Siap tidak siap… Ashiaaap!!!

Weekly Journal
Transformatio #18
7 Mei 2021

Boleh dibilang saya nekat berangkat ke Bali untuk menjadi Benchmarker dan Team Leader di perhelatan ACMC (Associate Certified Meta Coach) 2021. Ini adalah pengalaman pertama kalinya, deg2 an sudah pasti. Ragu dan khawatir “Siap nggak ya?” berkecamuk dalam hati sebelum memutuskan untuk ambil kesempatan menjadi Benchmarker dan Team Leader ini.

Awalnya sih tidak ada niat sama sekali, cuma dasarnya ingin belajar, jadi ikut dalam sesi mentoring persiapan benchmarker ACMC 2021. Kemudian di suatu hari – minggu ketiga Maret, perusahaan tempat saya bekerja mengumumkan kalau sisa cuti tahun lalu yang biasanya hangus kalau tidak dipakai sampai akhir Maret, bisa diperpanjang ke akhir tahun ini. Ting! Lampu bohlam menyala di kepala saya, kok ya pas. Pas galau antara pilihan mau menghabiskan sisa cuti tahun lalu di bulan Maret atau biarkan hangus agar bisa cuti untuk ikut ACMC di bulan April.

Iseng2 ijin dengan atasan untuk travelling ke luar kota, karena sedang pandemi perlu ijin dari atasan. Boleh. Urusan cuti dan ijin beres, namun tidak serta merta mantap memutuskan ok join. “Yakin? Gimana kalau kamu gak bisa? Kan kamu juga baru aja lepas P (Provision) nya”. Ternyata tantangan terbesar datang dari saya sendiri, yang meragukan kemampuan diri sendiri.

Pernahkan anda mengalami hal seperti ini? Ketika melihat adanya kesempatan lalu tidak berani mengambilnya karena alasan belum siap, belum cukup baik. Alih2 berhasil malah bisa malu dan patah hati karena gagal. Sehingga lebih baik membiarkan kesempatan itu lewat sambil berjanji dalam hati untuk menyempurnakan diri, agar ketika kesempatan datang lagi saya sudah siap untuk mengambilnya.

Pertama-tama, kesempurnaan adalah ilusi, karena tiada manusia yang sempurna. Definisi sempurna pun bisa berbeda antara orang yang satu dengan lainnya, lalu sempurna menurut siapa?

Kedua, bagaimana kalau kesempatannya tidak datang lagi, atau datangnya dalam bentuk tantangan yang berbeda? Selamanya saya akan tetap duduk manis di dalam cangkang saya yang aman dan nyaman dan melewatkan kemungkinan untuk berhasil; atau sejeleknya jika saya belum mencapai hasil seperti yang diharapkan, saya bisa saja mendapatkan hal2 berharga untuk pembelajaran saya, yang bisa saya gunakan untuk meningkatkan kualitas diri saya.

Ketiga, kesempurnaan merupakan hasil dari proses. Proses uji coba dan kesalahan (trial and error) yang diperbaiki dan kemudian diujicobakan kembali, yang jika masih ada kesalahan diperbaiki kembali, terus berputar prosesnya sehingga akhirnya mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan, atau bisa jadi malah melampaui harapan semula.

Keempat, kita tidak pernah tahu mengenai berapa lama waktu yang kita miliki di dunia ini.  Boleh kita punya rencana untuk masa yang akan datang, karena mempunyai tujuan membuat kita jadi lebih bersemangat dan terarah dalam menjalani kehidupan. Namun sesungguhnya waktu yang pasti kita miliki adalah saat ini. Sehingga pertanyaannya adalah apa yang akan saya lakukan dengan waktu yang saat ini saya miliki? Apakah saya akan membiarkannya berlalu atau akan menggunakannya dengan sebaik mungkin untuk menghasilkan karya dan kebaikan?

So, siap tidak siap, bisa jadi hanya soal persepsi yang kurang memberdayakan tentang kesempurnaan, kegagalan dan waktu. Kalau belajar dari ACMC kemarin, siap tidak siap… ashiaaap saja! Ingat presuposisi dalam NLP bahwa “Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah umpan balik” (There is no failure; there is only feedback).

Meta High Five,
Ratna Rasmi (Mimie)
Meta Coach