Penghalang Seorang Coach Yang Efektif – Part 4 – Sibuk Berpikir
Selamat pagi teman-teman Meta-Coaches. Hari ini saya sharekan part 4 dari seri Penghalang Coach yang Efektif. Tulisan ini diambil dari pengalaman saya ketika saya baru saja memulai karir sebagai seorang coach professional.
Pada awal-awal yang membuat saya tidak efektif adalah saya sibuk sekali berpikir di dalam pikiran saya. Penghalang pertama, mengevaluasi keadaan si klien, menambah kebingungan saya dalam mengcoach seseorang. Tapi kali ini penghalangnya berbeda, dalam benak saya, saya berpikir apa yang perlu saya tanyakan lagi ya? saya sudah tau tipe-tipe dan jenis-jenis pertanyaan yang bisa diajukan. Tapi saya masih tetap tidak bisa bertanya dengan baik. Seolah-olah lidah ini kaku dan saya bingung mau bertanya apa.
Yang saya pelajari dalam pelatihan coaching saya adalah seorang coach akan mampu bertanya yang efektif pada waktu yang tepat dan menggunakan jenis yang tepat sehingga menghasilkan awareness yang tepat pula. Pemikiran ini menambah beban saya untuk bisa perform sebagai seorang coach. Saya juga berpikir jangan-jangan klien saya ini akan menganggap saya seorang coach yang amatiran atau bahkan penipu karena tidak bisa membantunya. Dalam pikiran saya semua ini berkecamuk sehingga otak primitif saya yang bekerja. Respon yang saya berikan dalam perilaku saya adalah freeze dan ingin sekali flight alias kabur dari situasi yang tidak nyaman itu.
Setelah beberapa waktu saya menyadari bahwa pemikiran-pemikiran diatas sangatlah tidak berguna bagi saya. Sehingga saya belajar untuk tidak berpikir dan hanya fokus pada si klien dan apa yang dikatakannya. Saya belajar untuk tertarik dan penasaran terhadap apa yang klien saya pikirkan dan katakan. Saya belajar bagaimana memahami klien saya sepenuhnya menggunakan kacamata klien.
Paradoxnya adalah ketika saya berhenti berpikir tentang diri saya dan mulai berpikir tentang klien saya maka skill saya meningkat. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah saya tau bisa saya kembangkan sedemikian rupa sehingga klien lebih cepat mendapatkan awareness. Kemampuan listening saya bertambah kuat sehingga saya bisa menjadi cermin yang bersih bagi klien. Teknik-teknik yang sudah pernah saya pelajari bisa berjalan dengan smooth dan dengan lancar.
Akhirnya saya sadar bahwa tempat dimana kita merasa tidak mampu adalah tempat yang paling tidak enak. Tapi ketika kita sudah melewati tahap ini maka kita akan menjadi kompeten. Yang perlu saya lakukan adalah tetap bertahan dan terus berlatih. Bukan hanya melatih skillnya, tapi juga melatih mental saya sebagai seorang coach. Karena ketika kita tidak efektif, akhirnya waktu klien terbuang percuma dan ujung-ujungnya kita tidak akan mendapatkan repeat order atau refferal dari klien tersebut.
Ini pengalaman saya, mungkin disini ada yang merasakan yang sama atau ada yang sudah melewati tahap ini. Biarlah kiranya sharing ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Irvan Irawan Jie