Ngobrol

Weekly Journal
Transformatio #6
12 February 2021

Saya ngobrol sama diri saya sendiri setiap saat.

Sambil mandi saya ngomong: “Inget bayar kartu kredit, sekalian bayar uang sekolah Meg, bikin proposal UMKM Talas Beneng sekalian penawarannya”.

Atau; “Nanti Zoom sama PT.Blablabla, inget ya point bahas pentingnya mengenai training mitra, enaknya masuk dari point apa ya? Secara para mitra nya punya latar belakang yang beragam..?” Jadi lama deh mandinya..

Mungkin kita semua pernah melakukannya. Tapi ngobrol dengan diri sendiri tuh waras atau gak waras sih ?

Sebenarnya Itu bukan sesuatu yang baru sih, anak kecil suka ngomong dengan dirinya sendiri dan kadang papa atau mamanya suka negur: “Jangan suka ngomong sendiri, nanti kesambet loh ..”

Ngomong sendiri, dengan mengeluarkan suara, sebenernya sih fine fine aja, kecuali pas kita lagi belanja sayuran di supermarket. Kalau ada orang lihat sambil senyum senyum aneh, mungkin dipikirnya kita lagi ngobrol sama caisim.

Energy flow where attention goes

Ngomong sendiri membantu kita fokus pada pekerjaan yang perlu perhatian langsung.

Saya mengurus transaksi keuangan dalam jumlah cukup besar, agar tetap fokus saat transaksi, saya mengucapkan angka angkanya, dan itu membuat saya lebih hati hati dalam perhitungan.

Dan kalau ada hitungan yang gak klop atau ada hal hal yang membuat saya frustasi, saya bahkan suka membuat simulasi dengan “membicarakan” flow nya, membuat urutan nya dari awal.

Menjelaskan proses nya ke diri saya sendiri membantu saya mengingat kronologis kejadian dan mengurai masalah.  Bahkan di simpul kusut dimana kadang puncak frustasi seperti mendesak-desak saya untuk simply give up doing it, saya bilang ke diri saya sendiri: Kalo saya ganti urutannya, seperti apa ya jadinya? Atau: urutannya gak gitu kayaknya deh, coba deh dari arah berbeda, liat bagaimana hasilnya? Kadang kalau sampai deadlock dan seperti nya udah no way out, saya  suka ngomong: “You can do it, Ver. I know you can…

Kata yang membangun

Motivator terbaik adalah diri sendiri. Mencari sesuatu diluar kita mungkin memberikan semangat sesaat, tidak abadi.

Dan cobain deh, kalau kita memotivasi diri dengan bicara didalam hati dibandingkan dengan mengucapkannya dengan suara lantang.

Bagi saya, menyerukan motivasi keras keras memompa semangat saya. Mendengar suara saya sendiri seperti menambah kekuatan dari kata kata nya, melebihi jika sekedar saya pikirkan, walau sampai dahi berkerut sekalipun.

Sebuah riset menyatakan bahwa motivasi diri sebaiknya dilakukan sebagai orang kedua atau ketiga. Sebelumnya saya selalu bilang: I can do this. Sekarang saya bilang: So far so good, ayo coba lagi, pasti kamu berhasil menyelesaikan masalah ini! Ingat untuk menyebut juga masalah ada yang sedang kita selesaikan, semakin detail, semakin jernih fokus dan pikiran kita.

Berbicara sebagai pihak kedua atau ketiga men-disasosiasikan kita dengan diri kita, memutus keterikatan emosional dan sedikit tidak banyak ini sudah memutuskan stress yang terkait dengan masalah yang sedang kita tangani.

Membantu kita mencerna masalah sulit

Sebagai mahluk sosial, kita mungkin punya sejuta teman. Tapi, masalah yang seringkali membebani hati dan pikiran tidak sebegitu mudahnya kita bicarakan dengan orang lain. Lalu kita harus ngomong sama siapa ? Ya diri sendiri lah…

Menguraikan masalah sambil membicarakannya membantu kita melihat dengan lebih jelas, memisahkan sekedar kekhawatiran dari realita.

Kita bisa menuliskan alur kejadiannya, atau menggambarkan nya dalam bentuk chart atau doodles, bisa menimbangkan pro-konta di dalam pikiran kita, tapi menyuarakannya akan “membangunkan” kita dan menggiring kita untuk fokus pada penyelesaian.

Bagaimana mendapatkan manfaatnya?

Kalau tujuan nya adalah untuk personal growth, tentu kita ingin melakukannya dengan benar kan?

Selain positif, gunakan kata kata baik dengan benar.

Oto-kritik mungkin kita anggap sebagai pagar untuk memperingatkan diri; Jangan lebay, jangan lelet, jangan salah hitung dan sejuta jangan lainnya. Bahkan; bego amat sih, salah terus? kenapa gak bisa luwes negosiasi?

Mawas diri itu baik tapi bicara dengan keras terhadap diri sendiri bisa meruntuhkan percaya diri dan membuat kita depresi, juga tidak menyelesaikan apapun.

Beruntung bagi yang sudah belajar framing, reframing, kita bisa reframing kata kata negative menjadi positif: mem-frame ulang celaan menjadi pengakuan atas hasil yang sudah dicapai dan angkat tangan kanan, tepuklah bahu kiri, katakanlah: Kamu hebat deh sudah bisa melewati semua ini, maju dua langkah lagi dan raihlah kemenangan!

Question yourself

Kita mempertanyakan orang lain, kenapa dia lakukan itu ? dan seterusnya.. Ingatkah kita bertanya pada diri sendiri? Kenapa kamu ngomong begitu? Kenapa kamu lakukan ini? Pertanyaan paling hebat; WHY?

Dengan bertanya tidak berarti jawaban muncul mendadak seperti sulap. Tapi dengan bertanya dan terus bertanya, kita belajar menjadi jujur dan berani melihat diri sendiri.

Bahkan seringkali sebenarnya kita tahu jawabannya, walau kita belum menyadarinya. “Apa yang bisa kamu lakukan dalam situasi seperti ini?” “Bagaimana kamu akan melakukannya?” “kapan kamu akan melakukannya?” Dan jawab lah dengan jujur dan berani, kita gak usah jaim, gak ada yang tahu. Kan kita ngomong sama diri sendiri. Tapi selama tanya jawab ini, sejauh kita menjawab dengan jujur, kita sudah melakukan self coaching sebenarnya.

Mendengar dengan hati dan pikiran

Kita sudah ngomong panjang lebar kepada diri sendiri, tapi apakah kita juga mendengarkan suara suara tersebut? Dengarkan dengan hati dan pikiran. Tentu kita mengenal diri kita lebih baik dari orang lain, selaraskan pengetahuan kita akan diri pada kesadaran : Apa yang saya rasakan? Apakah mentok? Marah? Bimbang? Emosi?

Rasakan satu per satu, jangan khawatir, tidak ada yang lihat, tidak ada yang dengar, kamu aman dengan dirimu sendiri.

Dan ingat, ini justru hal terpenting dalam berbicara dengan diri sendiri: Mendengar.

Bagi saya ngomong dengan diri sendiri adalah hal yang wajar, bagaimana menurut teman teman ?

Vera Umbara
Marketing Enthusiasts, Business Owner,
Meta Coach, Business & Executive