Weekly Journal
Transformatio #3
15 January 2021
Cara bertanya mengarahkan pikiran seseorang. Kita mengenal ada 2 jenis pertanyaan, yakni primary question dan meta question.
- Primary question adalah pertanyaan yang ditanyakan ke arah luar, tentang suatu keadaan dan kejadian yang dialami. Pertanyaan ini bersifat menjelaskan eksternal, dan akan selesai begitu kita mendapatkan keterangan atas keadaan atau kejadian tertentu.
- Meta question berarah ke dalam, ke internal seseorang, tentang pikiran dan perasaan orang tersebut atas suatu keadaan atau kejadian yang dialami. Pertanyaan ini bersifat reflektif, mengajak orang tersebut berpikir dan berpikir kembali dan bisa terus eksplorasi tanpa batas berdasarkan klasifikasi pemetaan cara berpikir orang bersangkutan. (Silakan terus baca penjelasannya di bawah ini)
Meta question adalah ciri khas dari Neuro-Semantics, salah satu ketrampilan yang perlu dimiliki oleh setiap Meta Coach dalam memfasilitasi klien menemukan ‘leverage point’-nya untuk transformasi diri.
Apa pentingnya menggunakan meta question ini?
Karena manusia lebih dari sekedar perilakunya, lebih dari sekedar ucapannya. Perilaku dan ucapan bisa berubah-ubah tergantung dari apa yang ada dalam pikiran dan perasaan orang tersebut. Meta-question mengajak seseorang untuk eksplorasi atas kerangka berpikir (frame of mind)-nya sendiri, yang mana telah menjadi pengendali (drive) dari setiap ucapan dan perilakunya. Inilah yang saya sebut sebagai ‘leverage point’ di atas. Mengetahui kerangka berpikir seseorang mempermudah kita untuk memperkirakan dan memahami perilaku dan ucapan orang tersebut. Sebagai meta coach, kita perlu untuk menemukan apa struktur di dalam benak pikiran kliennya, mengetahui apa kerangka berpikir yang menjadi sumber motivasi kliennya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Kaitkan dengan prestasi kerja, disiplin, komitmen, frustrasi – semua itu bukanlah hanya sebuah perilaku atau keadaan yang terjadi begitu saja, bukan sekedar akibat dari keadaan lingkungan eksternal, tapi ada kerangka berpikir yang menyebabkan klien tersebut berpikir dan bertindak demikian. Banyak coach yang puas dengan rencana kerja yang disampaikan kliennya sebagai hasil akhir sesi coaching. Saya sebut itu sebagai sebuah rencana belaka, karena belum tentu rencana tersebut akan dijalankan.
Seseorang bisa dengan mudahnya menyebut sederet ide-ide bagus, bahkan bisa menuangkannya dalam rangkaian rencana kerja (action plan) yang begitu SMART. Tapi, kerangka berpikir orang tersebut-lah yang akan menentukan apakah semua itu akan dijalankan atau tidak. Kerangka pikiran itu termasuk pemahaman dan makna yang diberikan, sistem keyakinan (belief systems), paradigma, niat dan keputusan internal orang bersangkutan. Percuma banyak ide bila tidak ada niat untuk menjalankannya. Percuma banyak tahu tetapi banyak pula keraguan untuk menuntaskan. Jadi, bayangkan kalau kita sudah puas dengan rencana kerja dan janji akan komitmen tapi tidak mengetahui bagaimana pemikiran internal orang tersebut. Kadang bermotivasi kadang tidak, tidak akan bertahan lama (sustain). Dan akhirnya seorang coach hanya berfungsi sebagai mentor yang terus menanyakan tugas daripada membangun mindset yang mendukung pelaksanaan tugas tersebut, transformasi.
Meta question tidak mudah ditanyakan, apalagi untuk menjawabnya. Karena orang lebih mudah mengenali apa yang di luar (bisa diamati, didengar dan dirasakan) daripada apa yang terjadi di dalam dirinya sendiri. Dan bahkan, ada orang-orang yang merasa tidak perlu dan tidak nyaman untuk refleksi diri ke dalam. “Ngapain? Biasa aja”. Kira-kira begitu pikiran mereka.
Meta question hanya bisa ditanyakan setelah terjadi 3 hal di bawah ini:
1. LISTENING: Kita mampu mendengarKAN dengan baik. Sengaja saya tuliskan kata akhir “KAN” dengan huruf besar, karena banyak orang mengira dia mendengarkan padahal hanya mendengar saja, masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Yang saya maksud dengan mendengarKAN di sini adalah:
- Mendengarkan dengan telinga atas kata-kata yang diucapkan, nada dan penegasan suara atas kata-kata yang diucapkan. PLUS,
- Mendengarkan dengan mata – mengamati cara orang tersebut mengucapkan, ekspresi wajah, fokus mata, gestur dan gerakan tangan saat orang tersebut berucap.
Semua itu merupakan ekspresi diri, lebih dari sekedar kata yang terdengar. Dan bilamana kita mendengarKAN dengan cermat, kita akan tahu KIRA-KIRA apa yang ada dalam internal orang tersebut, mana yang akan ditanyakan, kapan dan bagaimana menanyakannya. Serta, apakah orang bersangkutan siap untuk diajak reflektif ke dalam dirinya sendiri.
2.SUPPORTING: Membangun suasana yang mendukung. Reflektif ke dalam diri sendiri merupakan satu tantangan tersendiri bagi banyak orang.
- Ada yang kurang kenal dengan dirinya sendiri, sehingga bingung apa yang sebenarnya dicari, “ga ada tuh”. Kita perlu sabar memberi dukungan agar mau terus eksplorasi diri, terbuka dan lebih mengenal dirinya sendiri, apapun itu.
- Ada pula yang merasa tidak aman, ada ketakutan untuk menguak apa yang selama ini tidak disadari, tidak dikenal atau takut salah. Tugas kita adalah membangun rasa aman untuk terus eksplorasi, tidak menyalahkan dan aman walaupun salah.
Paradoks-nya, kadang seorang meta coach mampu bertanya meta question sedemikian ‘canggih’-nya sehingga orang yang ditanya menjadi gagal pikir, alias bingung apa yang dimaksud. Lapis demi lapis berhamburan, yang justru membuat orang yang bersangkutan merasa bersalah karena bingung dan tidak bisa memikirkan jawabannya dengan lugas. Mari kita pahami dan bangun suasana yang membuat seseorang tidak merasa gagal saat ditanya.
3.QUESTIONING: Klarifikasi dengan primary question. Karena pertanyaan bisa mengarahkan pikiran ke arah tertentu, maka pastikan kita tahu apa yang mau ditanyakan sehingga bisa mengarahkan orang bersangkutan untuk menjawab sesuai dengan konteks yang dimaksud. Kita bertanya meta question setelah jelas apa yang sedang dibahas, tentang apa, di mana, kapan dan/atau bersama siapa.
Bagaimana cara bertanya meta question?
Saya bagikan dalam 2 kategori, yakni tahapan proses dan sikap penyampaian.
A. Proses penyampaian
Ada 8 hal yang perlu kita lakukan saat bertanya meta question:
1.Telusuri dari luar ke dalam (outside in). Eksplorasi suatu keadaan eksternal ke dalam internal seseorang. Ada 10 jenis meta-question yang sering ditanyakan:a. Important – Apa pentingnya X bagi anda?
a. Important – Apa pentingnya X bagi anda?
b. Belief – Apa yang anda yakini tentang X?
c. Intention – Apa niat anda dengan keadaan X ini?
d. Decision – Apa keputusan anda atas keadaan X ini?
e. Identity – Anda merasakan diri sebagai siapa saat mengalami keadaan X ini?
f. Metaphor – Anda akan menggambarkan keadaan X seperti apa?
g. Permission – Apakah anda mengijinkan diri sendiri untuk mengalami keadaan X ini?
h. Expectation – Apa yang anda harapkan dengan adanya keadaan X ini?
i. Remember – Apa yang anda ingat atas keadaan X ini?
j. Imagine – Apa yang anda imajinasikan atas keadaan X ini?
Di samping itu, masih ada banyak jenis meta question yang bisa kita pelajari di program Accessing Personal Genius (modul 2).
2.Temukan kerangka berpikir yang bersangkutan bilamana sudah masuk ke internal pikiran orang tersebut. Jangan puas dengan jawaban yang sekedarnya saja, mentah. (Tips: Perhatikan cara penyampaian yang bersangkutan).
3.Undang dan ajak orang tersebut untuk ‘masuk’ reflektif ke dalam dirinya sendiri. Pastikan orang tersebut menjawab pertanyaan setelah reflektif ke internal dirinya.
4.Bangun rasa aman untuk ‘masuk’ ke dalam diri sendiri. Sebagaimana disampaikan di atas, ada orang yang takut masuk reflektif ke dalam dirinya sendiri. Salah satu cara untuk membangun rasa aman dan nyaman adalah dengan mendapatkan values orang bersangkutan. Values ini akan membangun perasaan penting untuk terus eksplorasi menelusuri walaupun tidak nyaman. Perasaan takut, ragu dan enggan akan kalah oleh perasaan aman dan bangga atas values diri sendiri yang telah di-eksplorasi tadi.
5.Melakukan transendensi yang melingkupi (transcend & include), dengan meta-states. Dengan demikian akan mempermudah orang tersebut untuk mengalami state yang bersangkutan sekaligus mampu meng-kualifikasi-kannya.
Contoh: “Apa yang anda yakini tentang marah?”
– Apa yang anda yakini (= proses transendensi) tentang marah (= yang dilingkupi)?
Bandingkan dengan “Apa yang anda yakini?”
Penjelasan:
– Apa yang anda yakini ➔ Orang tersebut akan mencari-cari itu tentang apa.
– Apa yang anda yakini tentang marah ➔ mengundang orang tersebut untuk “memanggil” kembali perasaan/pengalaman marah tersebut dan kemudian eksplorasi atas apa yang diyakini atas perasaan/pengalaman tersebut yang sudah muncul dalam pikirannya saat ini.
6. Selalu mengkaitkan kembali atas keadaan awal (re-grounding). Karena meta question akan mengarahkan seseorang untuk terus berpikir dan berpikir semakin tinggi menelusuri pemikirannya sendiri, sehingga berpotensi orang yang bersangkutan akan hanyut dalam pikiran yang mengambang, tersasar dan bahkan tidak berhubungan sama sekali dengan apa yang sedang dibahas.
7. Selalu mengingatkan kembali atas kerangka berpikirnya sendiri, terutama saat sudah terlalu banyak reflektif ke internal diri. Eksplorasi dengan meta question bak melanglang buana dalam alam pemikiran yang tak berbatas sehingga tidak lagi menyadari kerangka berpikir mana yang dimaksud sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini, kita perlu bertanya dengan mengikutsertakan kerangka berpikir sebelumnya.
Contoh: Apa yang anda yakini atas keyakinan anda tadi bahwa marah hanyalah sebuah ekspresi?
Bandingkan dengan: Apa yang anda yakini atas keyakinan anda tadi?
8. Ajak step-back dan mengamati kembali seluruh proses eksplorasi yang terjadi untuk evaluasi. Apakah ekologis? Pikiran kita bisa begitu cerdas dan kreatif untuk membangun jawaban yang ideal buat diri sendiri, namun belum tentu cocok dan selaras dengan keadaan. Pun belum tentu mencerminkan apa yang sebenarnya ada dalam diri. Perlu senantiasa check & recheck untuk memastikan seluruh eksplorasi reflektif tersebut membantu dan berguna buat diri sendiri dan orang lain, nyata dan produktif.
B. Sikap Penyampaian
Di atas telah disampaikan bahwa meta question akan mengarahkan seseorang untuk berpikir reflektif ke dalam dirinya sendiri yang berpotensi menimbulkan rasa tidak nyaman, oleh karena itu penyampaian meta question perlu memenuhi minimal 3 hal berikut ini:
1. Being authentic: Seorang meta coach atau siapapun yang mau bertanya meta question perlu bersikap otentik dan terbuka atas dirinya sendiri. Dengan demikian, orang yang ditanya akan merasakan ketulusan, otentik dan aman untuk terbuka juga.
2. Congruent: jelas dan tegas (bukan galak) dalam bertanya sehingga orang yang ditanya merasakan kemantapan dan teguh untuk reflektif ke dalam. Bandingkan sebaliknya. Bila si penanya bertanya dengan ragu-ragu dan tidak jelas, maka orang yang ditanya akan semakin merasa tidak pasti dan tidak berani eksplorasi ke dalam dirinya.
3. Silence: Seseorang membutuhkan waktu dan ruang yang aman untuk reflektif jauh ke dalam dirinya sendiri. Saat bertanya, kita perlu memberikan waktu dan ruang tersebut dengan cara ikut berdiam diri dan mendampingi. Dari beberapa pengalaman, saya mendapatkan masukan bahwa saat saya bertanya meta question dan kemudian diam, klien saya merasa aman dan leluasa untuk terus eksplorasi ke dalam diri dimana sebelumnya dia merasa takut dan enggan. Ketakutan itu hilang karena merasa ada yang menemani dan sabar menunggu.
Setelah selesai bertanya meta question, ingat untuk mengkaitkan kembali dengan eksternal. Jadi kalau di awal adalah menelusuri outside in, di akhir adalah inside out. Agar hasil ekplorasi internal tadi tidak hanya sekedar wacana, angan-angan dalam pikiran saja. Perlu diterjemahkan dalam tindakan nyata. Mind to muscle.
Selamat mempraktekkan.
Jakarta, 14 Januari 2021
Mariani
Dikutip dari penjelasan Dr. L. Michael Hall pada Pre-ACMC Online Session, tanggal 8 Januari 2021 untuk para team leader dan peserta ACMC Bali 2021.