BARONGSAI: INNER & OUTER GAME

Weekly Journal
Transformatio #7
19 February 2021

Oleh: GiokNi

WTC Writer | Trainer | Coach

Hari ini perayaan Tahun Baru Imlek, tradisi pertemuan yang berupa tatap muka digantikan dengan metode tatap layar. Termasuk performance Barongsai yang biasanya dinikmati secara langsung, saat ini cukup menyaksikannya di layar kaca.

Barongsai—pertunjukan seni—yang sering dipertontonkan kala Imlek tiba. Kostum lengkap dengan topeng besar menyimbolkan hewan singa menari-nari dan membuat gerakan akrobatik seiring dengan meriahnya musik.

Saya ingat saat anak saya—Joanna—berusia 4 tahun, di sebuah atrium mall ada kostum barongsai yang tergeletak di samping panggung, dia mendekat dan menyentuhnya. Beberapa saat kemudian ketika pertunjukan dimulai, dia memeluk erat daddy-nya menyaksikan barongsai membuat gerakan agresif, berdiri dan melompat. Kami memberi penjelasan padanya bahwa ada manusia yang menggerakkan, memainkan kostum singa besar itu.

Gerakan orang (atlit/penari) di dalam kostum barongsai akan menghasilkan gerakan si barongsai. Pose singa yang sedang jongkok, merangkak, berdiri, melompat, itulah gerakan orang di dalamnya.

Cara kerja barongsai, mengingatkan saya pada cara kerja perilaku manusia. Berjalan dengan membungkuk, mata berbinar-binar, mulut melongo, gigi meringis, dan berbagai gestur lainnya. Demikian juga dengan tarikan nafas, meregangnya otot, volume  Bukankah itu cerminan dari “sesuatu” yang ada di dalam?

Beberapa kali dalam sesi coaching, saya menangkap gestur tertentu dan saya respon dengan pertanyaan, “Ada apa gerangan dengan Bapak menaikkan kedua kaki ke pijakan kursi ini saat mengatakan ‘memberdayakan’?” Dan klien saya kaget karena saya mengulik hal itu. Demikian juga sore ini saat saya menanyakan kepada seorang VP, “Apa yang Ibu rasakan saat Ibu mencapai yang memperoleh X?” Beliau menghela nafas panjang, menyandarkan badannya ke kursi, sambil menyebut, “Alhamdullilah…” Saya mengonfirmasinya, “Sadarkah Ibu barusan menyandarkan badan ke kursi saat berucap “alhamdulliah”?” Responnya, “Ya ampun Bu Giokni, saya gak nyangka Ibu mengamati gestur saya… ya, Bu, saya merasa legaaa”

Di balik kata “memberdayakan” yang dibarengi dengan perubahan gestur kaki, membawa pada kisah Ayahnya—seorang guru—yang hidupnya menginspirasi manajer ini dalam mengelola timnya. Di balik kata “alhamdullilah” dan posisi menyandar ada rasa lega.

Itu contoh sederhana yang memberi tahu kita tentang adanya INNER GAME dan OUTER GAME (sederhana). Respon yang kita buat baik berupa perkataan (speaking) dan tindakan (behaving), atau bahkan kebiasaan, konsep yang kita pegang, performance kita adalah PERMAINAN di LUAR yang TERLIHAT, yang merupakan CERMINAN dari PERMAINAN di DALAM.

Ada manajer A yang sangat tidak peduli pada perkembangan timnya, atau sebaliknya B–staf bagian pembelian–yang selalu menjaga kejujuran di tengah perangkap godaan menggiurkan sekalipun. Di balik itu semua ada  FRAME yang membentuk BELIEF SYSTEM dan cara pandang terhadap DIRI, ORANG LAIN, DUNIA, KEKUATAN, WAKTU (Neuro Semantics menggunakan istilah Matrix).

Ilmu Neuro Semantics meyakini bahwa siapa yang memenangkan INNER GAME maka akan SUKSES di OUTER GAME. Menangkan permainanya dengan cara membuka lapisan-lapisan frame itu.

Faktanya, manusia adalah tukang frame, alias jago membaca kode dari pengalaman-pengalaman di sekitar. Pengalaman-pengalaman itu ditangkap dengan cara melihat, mendengar, merasakan, menyentuh, mencium, mencecap yang kemudian diwakilkan di pikirannya dalam bentuk gambar, suara, rasa, tekstur. Otak kita menyimpannya dan jika berulang maka sering dijadikan referensi. Plus, manusia pakarnya memberi makna, bisa memberdayakan atau melemahkan.

Manajer A merasakan perlakuan diabaikan oleh atasan-atasannya sebelumnya, dia belajar sendiri tanpa pernah mendapat bimbingan. Pengalaman ini melekat, dijadikan referensi dalam kepemimpinan dan muncullah konsep “Sukses terjadi karena pembiaran”  atau bisa saja ada manajer X yang berperilaku seperti manajer A yang mendapatkan pengalaman masa lalu seperti manajer A juga dan pola pikir yang dia pakai adalah “Saatnya saya balas dendam.”

Pertanyaan untuk kita telaah bersama, “Apakah frame dan konsep yang dipakai ini memberdayakan? Ekologis untuk kondisi saat ini? Berdampak baik bagi kinerja mengingat salah satu indikator kinerja seorang manajer adalah memberikan coaching & mentoring kepada tim kerja?”

Apa yang perlu dilakukan agar kita memenangi OUTER GAME kita?

  • Luangkan waktu untuk berpetualanglah ke dalam dunia internal. Butuh jujur pada diri sendiri. Di sinilah sering peran coach dibutuhkan untuk mengulik dengan pertanyaan-pertanyaan mengajak berpetualang, ngobok-ngobok ke dalam, jeli mengobservasi perubahan gestut yang tidak disadari karena ada “sesuatu” yang penting yang perlu ditelusuri atau diungkap.
  • Kenali permainan yang dimainkan. Ubahlah aturannya, berani mengoreksi konsep yang salah atau referensi yang sudah tidak relevan dan tidak ekologis.

Setelah kita paham betapa powerful-nya sesuatu yang berada di dalam (inner), akhirnya kita dapat memilih gerakan seperti apa untuk menggerakkan kostum barongsai kita. Cantik bergerak bak penari, kuat dan fit bak atlit, akan menampilkan indah dan lincahnya performa (outer) kita.

Semoga tahun depan kita sudah dapat menyaksikan barongsai secara dekat dan fisik.

Selamat Hari Raya Imlek bagi yang merayakan, sehat dan sejahtera bagi kita semua.

My Simple Thought,
12 Februari 2021
giokni@elevasi.id
WA 0811881610
www.elevasi.id