Always & Never

ALWAYS & NEVER
Selalu dan Tidak Pernah

Seseorang berkata, “Saya selalu gagal dan tidak pernah berhasil.” Kalimat yang memberdayakan dan memotivasi untuk berhasil? Peluang berhasil ditahan oleh kata “tidak pernah” dan si “gagal” ditempel terus oleh si “selalu” tambah demen, deh, si dia [si gagal].

Ada hubungan mertua-menantu yang belum kembali pulih karena si mertua masih menyimpan di memori pengalaman pada saat menantunya 2x terlambat menjemput dari 10 acara di bulan lalu dan fakta itu kemudian diganti menjadi, “Menantuku SELALU terlambat menjemput saya,” dan celakanya hal itu dimaknai sebagai “Dasar.. menantu yang TIDAK PEDULI dengan orang tua,” kemudian skenario dilanjutkan, “Kasihan anakku PASTI akan ditelantarkan oleh istri EGOIS seperti dia.”
Mungkin tidak hanya terjadi di sinetron saja, namun ada di sekeliling kita.

Ada seorang karyawan yang tidak berani mengajukan gagasan-gagasan di kantornya karena di benaknya bercokol pemikiran, “Ahhh… di kantor yang lama, apa yang aku usulkan TIDAK PERNAH disetujui, aku memang gak punya kemampuan buat meyakinkan orang.” Jika melihat kembali pada konteks saat usulannya ditolak oleh atasan sesungguhnya karena usulannya berbiaya tinggi padahal perusahaan sedang melakukan efisiensi.
Mungkin si karyawan ini juga ada di kantor kita, duduk di cubical sebelah, atau jangan-jangan dia adalah orang yang sedang duduk di kursi yang sedang Anda duduki… alias…???

Dalam tiga tahun terakhir ini, salah satunya saya belajar Neuro Semantics-Meta Model, untuk menyadari dan mengenali tentang kalimat-kalimat dalam komunikasi yang dapat menjadi hambatan bahkan tidak hanya dalam komunikasi saja tapi juga dapat menyesatkan persepsi orang lain atau juga mempengaruhi makna yang dibangun di atasnya. Kata “SELALU” melakukan GENERALISASI sebuah kondisi—yang faktanya tidak 100%—terlambat menjemput mertua, maka dibangunlah skenario untuk sebuah film penelantaran suami [anak si mertua] dan lebih lanjut lagi penempelan label “EGOIS.” Betapa krusialnya kata-kata yang kita pakai, bukan? Oleh karena itu kita perlu men-challenge, mempertanyakan kembali setiap muncul/terdengar kata-kata yang mengarah pada ketidak-memberdayakan.

Si karyawan yang tidak mengingat dengan utuh alasan yang melatarbelakangi penolakan gagasannya di masa lalu, GENERALISASI dibuat dengan mengabaikan konteks. Generalisasi “TIDAK PERNAH” seperti ini akan menyurutkan semangat menjual gagasan, dengan pemikiran “Percumalah.. tidak pernah diterima usulan saya.” lalu dilanjutkan dengan mengerdilkan diri sendiri atau DISCOUNTING.

BANYAK PROBLEM MUNCUL KARENA LEBAY ATAU NYUNAT.

Jadi.. maukah mulai mengecek kalimat yang berisi kata SELALU dan TIDAK PERNAH dalam konteks yang tidak memberdayakan?

GiokNi

Penulis,
Giokni
WTC | Writer-Trainer-Coach
WA 0811881610
giokniwati@yahoo.com
https://giokni.blogspot.com